Kamis, 22 September 2016

Situational Leadership, sebagai salah satu teori kepemimpinan pada behavior theorists



Kepemimpinan merupakan salah satu unsur penting yang harus ada pada suatu organisasi. Pentingnya peran kepemimpinan bagi organisasi tidak terlepas dari peran kepemimpinan dalam mempengaruhi, mengarahkan, dan mengembangkan sumber daya yang dimiliki organisasi, khususnya SDM, dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.   Mengingat pentingnya peran kepemimpinan ini maka banyak studi yang ditujukan untuk mempelajari tipe-tipe kepemimpinan yang ada dan tipe yang paling tepat untuk diterapkan pada suatu organisasi.

Pengertian kepemimpinan
Kepemimpinan sebagaimana dinyatakan Kreitner dan Kinichi (2010) adalah “process whereby an individual influences others to achieve a common goal”. Sementara itu, Daft (2005) dalam Malik (2012) mendefiniskan leadership adalah “influence relationship among leaders and followers who intend real changes and outcomes thus reflecting shared purposes”.  Sedangkan gaya kepemimpinan sebagaimana dinyatakan Blanchard (2011) adalah “the pattern of behavior leaders use, over time, to influence others, as perceived by those being influenced”
Berdasarkan pengertian tersebut, dapat dinyatakan kepemimpinan adalah proses dimana seseorang mempengaruhi orang lainnya agar secara sukarela mengikuti apa yang dikehendaki oleh orang tersebut. Sementara gaya kepemimpinan merupakan bentuk atau prilaku orang yang mempengaruhi tersebut.  
Peran kepemimpinan dalam suatu organisasi telah lama diteliti sehingga banyak melahirkan teori terkait kepemimpinan. Dari berbagai teori yang ada, jika didasarkan perspektif atau pendekatannya maka Kreitner and Kinichi (2010) menggolongkan teori kepemimpinan kedalam beberapa kelompok antara lainnya adalah Trait Approach, Behavior Approach, dan Contigency Approach.
Dua kelompok teori pertama, yaitu trait theories dan behavior theorists adalah teori-teori yang pertama kali berusaha menjelaskan pengertian kepemimpinan. Perbedaan mendasar dari kedua teori tersebut adalah fokus pendekatannya, jika trait theories lebih memfokuskan karekter kepribadian dari seorang pimpinan sehingga terdapat perbedaan antara pimpinan dengan bawahan. Sedangkan, behavior theorists memfokuskan proses yaitu bagaimana perilaku yang harus diterapkan oleh seorang pimpinan sehingga dapat mempengaruhi tim kerja dengan efektif. Dengan pendekatan tersebut, maka gaya dari seorang pimpinan (leadership styles) dapat diidentifikasi dan diketahui gaya kepemimpinan terbaik yang akan efektif dalam mempengaruhi bawahan dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sementara itu, teori situational theories pada awalnya merupakan teori yang berusaha untuk menjelaskan ketidakkonsistenan hasil pengujian beberapa peneliti terkait pelaksanaan Trait Theories dan Behavior Theorists. Pada intinya, teori ini menyatakan bahwa efektivitas pimpinan tidak tergantung dari suatu gaya kepemimpinan yang dinyatakan sebagai gaya ideal (baik pada pendekatan teori traits maupun behavior) namun gaya kepemimpinan yang efektif mengharuskan pimpinan dapat merubah gayanya sesuai situasi yang sedang dihadapi. Pada Situational Theories, terdapat tiga teori utama pendukung pendekatan ini, yaitu teori yang dibangun oleh Contingency Theory, Situational Leadership dan Path-Goal theory.
Contingency Theory merupakan teori kepemimpinan yang dibangun oleh Fred Fiedler. Teori ini merupakan teori pertama kali yang menyatakan bahwa seorang pimpinan yang efektif adalah memimpin yang mampu menerapkan kepemimpinan berbeda sesuai dengan situasi yang dihadapi atau contingency factors. Contingency factors berdasarkan pengertiannya, dapat didefinisikan variabel situasional yang menyebab satu gaya kepemimpinan akan menjadi lebih efektif diimplementasikan dibandingkan dengan gaya kepemimpinan lainnya (Kreitner and Kinichi, 2010).
Sama halnya dengan Contingency Theory,  Situational Leadership dan Path-Goal Theory juga mempunyai premis yang sama dengan teori tersebut. Yang membedakan antara ketiga teori ini, adalah jumlah atau bentuk gaya kepemimpinan dan contingency factors yang dihadapi. Pada Contingency Theory,  bentuk atau gaya kepemimpinan digolongkan menjadi dua, yaitu task oriented dan relationship oriented, sedangkan gaya kepemimpinan pada Situational Leadership dan Path-Goal Theory merupakan pengembangan atau kombinasi dari dua gaya utama tadi menjadi empat gaya kepemimpinan. Pada Situational Leadership, gaya kepemimpinan terdiri atas directing, coaching, supporting, dan delegating  sedangkan gaya kepemimpinan pada Path-Goal Theory terdiri atas directive, supportive, participative dan achievement-oriented.

Situational Leadership
Situational Leadership, pertama kali diperkenalkan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard di tahun 1977. Di tahun tersebut juga dibangun sebuah model atau instrumen yang dapat menggambarkan cara untuk memilih gaya kepemimpinan yang sesuai dengan situasi yang sedang dihadapi oleh seorang pimpinan. Teori ini kemudian disempurnakan kembali oleh  Ken Blanchard di tahun 1985 menjadi Situational leadership II dengan model dengan nama yang sama. 
 Model tersebut pada dasarnya menghubungkan gaya kepemimpinan yang ideal diterapkan pada suatu kondisi tertentu dengan pilihan kondisinya. Kondisi pada teori ini merupakan implementasi dari employee development level atau dapat diistilahkan dengan tingkat kematangan bawahan.  Definis dari Employee development level adalah “the extent to which a person has mastered the skills necessary for the task at hand and has developed a positive attitude toward the task” (Blanchard dkk, 1993).  Secara rinci, model tersebut dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar Situational Leadership II
Sumber : Blanchard, dkk (1993)


Manager Leadership Styles

 

 
Dari model tersebut, dapat diketahui bahwa pada setiap development level bawahan yang dihadapi dalam hal ini terdapat empat level maka pimpinan harus menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda juga.
Gaya kepemimpinan tersebut pada dasarnya terbagi menjadi dua gaya yaitu directive behavior dan supportive behavior yang selanjutnya didikombinasikan membentuk empat gaya yaitu directing, coaching, supporting, dan delegating sementara kondisi yang dihadapi adalah tingkat kematangan (employee depelopment)  yang terdiri atas tingkat kompetensi (pengetahuan dan keahlian) dan tingkat komitmen bawahan (kombinansi motivasi dan kepercayaan diri seseorang dalam mencapai suatu tujuan atas melaksanakan tugas yang diembannya).
Secara umum gaya kepemimpinan, employee development level dan hubungan antara keduanya dapat didefinisikan sebagai berikut :
1.      Gaya Kepemimpinan
Directive behavior, merupakan gaya kepemimpinan yang memfokuskan apa dan bagaimana yang harus dilaksanakan oleh bawahan. Gaya tersebut direpresentasikan dalam bentuk menyampaikan dan menunjukan kepada bawahan apa, bagaimana, dan kapan tugas yang harus mereka laksanakan selanjutnya melakukan monitoring dan menyediakan feedback atas hasil yang telah dilaksanakan oleh bawahan. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya ditujukan untuk membangun kompetensi pegawai;
Supportive behavior, merupakan gaya kepemimpinan yang memfokuskan perilaku yang positif dari bawahan dan membangun keterikatan bawahan dengan tujuan dan tugas yang diberikan. Gaya ini direpresentasikan dalam bentuk mendengarkan, memfasilitasi,, membantu pemecahan masalah, mendorong, dan melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan. Gaya kepemimpinan ini pada dasarnya ditujukan untuk membangun komitmen dan inisiatif pegawai.
Directing, merupakan kombinasi dari directive behavior yang tinggi dan supportive behavior yang rendah. Gaya kepemimpinan tersebut direpresentasikan ke dalam bentuk penyediaan intruksi yang spesifik terkait apa dan bagaimana tugas diselesaikan.
Coaching, merupakan kombinasi directive behavior yang tinggi dan supportive behavior yang tinggi. Gaya kepemimpinan tersebut direpresentasikan ke dalam bentuk menjelaskan keputusan yang diambil oleh pimpinan, mengajak bawahan untuk memberikan saran, bangga atas penyelesaian tugas oleh bawahan.
Supporting, merupakan kombinasi directive behavior yang rendah dan supportive behavior yang tinggi. Gaya kepemimpinan tersebut direpresentasikan ke dalam bentuk mendengarkan saran bawahan, melakukan dorongan, membuat bawahan secara mandiri dalam pengambilan keputusan, dan turut membantu memecahkan masalah.
Delegating,  merupakan kombinasi directive behavior yang rendah dan supportive behavior yang rendah. Gaya kepemimpinan tersebut direpresentasikan ke dalam bentuk mendelegasikan wewenang kepada bawahan dalam menyelesaikan tugas secara mandiri namun tetap memonitoring penyelesaian pekerjaan dengan pendekatan-pendekatan tertentu.
2.      Employee depelopment level  
Didefinisikan sebagai tingkat/derajat yang mengindikasikan keahlian dan komitmen bawahan yang dimiliki oleh seseorang dalam memandang dan menyelesaikan suatu tugas. Tingkat kompetensi terdiri atas pengetahuan dan keahlian yang dimiliki oleh seorang pegawai. Kompetensi pada dasarnya diperoleh dari pendidikan formal, pelatihan, dan pengalaman. Sedangkan tingkat komitmen bawahan terdiri atas kombinasi motivasi dan kepercayaan diri seseorang dalam melaksanakan tugas yang diembannya. Motivasi pada teori ini didefinisikan sebagai level dari minat atau antusiasme seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan sementara kepercayaan diri merupakan level dimana seseorang percaya akan kemampuan dirinya sendiri dalam melaksanakan suatu tugas atau tujuan.
Employee depelopment level  dibedakan menjadi empat level, yaitu :
a.       level D1, yaitu suatu level kematangan bawahan yang mengkategorikan kompetensi yang dimiliki bawahan adalah rendah namun komitmen yang dimiliki tinggi. Ciri-ciri dari level ini antara lain adalah bawahan antusiasme dan siap untuk belajar atau bawahan tidak punya kompetensi tertentu;
b.      level D2, mengkategorikan beberapa kompetensi yang dimiliki bawahan adalah rendah dan komitmen yang dimiliki secara keseluruhan adalah sangat rendah. Ciri-ciri dari level ini antara lain adalah tidak mampu dan mau bertanggungjawab atas pekerjaan yang diberikan, demotivasi, demoralisasi;
c.       level D3, mengkategorikan kompetensi yang dimiliki pegawai mengarah ke kompetensi yang tinggi namun beberapa komitmen yang dimiliki sangat rendah. Ciri-ciri dari level ini antara lain adalah pegawai dapat dianggap sebagai pegawai yang berkompenten namun kurang percaya diri atas kompetensi yang dimilikinya, mampu melaksanakan suatu pekerjaan namun kemauannya kurang;
d.      level D4,  pada level ini diketahui bahwa baik kompetensi maupun komitmen yang dimiliki pegawai adalah tinggi. Ciri-ciri dari level ini antara lain adalah mempunyai kemampuan dan kemauan yang tinggi dalam menyelesaiakan pekerjaan yang diberikan.

3.       Hubungan gaya kepemimpinan dengan development level bawahan
Terdapat dua hubungan antara gaya kepemimpinan dengan development level, yaitu fleksibilitas dan efektivitas. Fleksibilitas gaya kepemimpinan merupakan variasi gaya yang diterapkan oleh seorang pimpinan. Semakin sering seorang pimpinan menerapkan beberapa gaya kepemimpinan maka gaya kepemimpinan atasan tersebut semakin fleksibel, begitu sebaliknya semakin sering seorang pimpinan menerapkan gaya yang sama terhadap kondisi tingkat perkembangan bawahan yang berbeda maka semakin tidak fleksibel gaya kepemimpinan atasan tersebut.
Semantara itu, efektivitas kepemimpinan merupakan derajat ketepatan gaya kepeimpinan seseorang dengan tingkat kematangan bawahan berada. Adapun ketepatan antara gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan bawahan secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2.1. di bawah.



Tabel Kesesuaian Tingkat Perkembangan Bawahan
dengan Gaya Kepemimpinan
Development Level
Gaya Kepemimpinan
Development Level 1
Directing
Development Level 2
Caching
Development Level 3
Supporting
Development Level 4
Delegating
         Sumber : The Ken Blanchard Companies, 2001

Berdasarkan tabel tersebut dapat dilihat bahwa penentuan gaya kepemimpinan seseorang tergantung posisi tingkat kematangan bawahan berada. pada saat tingkat kematangan bawahan berada Development Level 1 maka gaya yang paling tepat adalah directing begitu halnya pada tingkat kematangan bawahan lainnya yang secara berurutan kesesuaiannya adalah coaching untuk D2, supporting untuk D3, dan delegating untuk D4.